Kanal

Isu Gerakan PKI Muncul di Tengah Badai Covid-19

Jakarta - Riautribune:Anggota Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Bambang Purwanto mengakui wabah Covid 19 menyita perhatian banyak pihak tanpa kecuali karena berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, kata ia, tanpa disadari ada bahaya yg mengancam eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

"Akibat tanpa kepedulian semua pihak gerakan PKI melenggang di antara kegaduhan masalah Covid-19, hal ini terbukti lambang dan bedera PKI mulai muncul tanpa ada yg memperhatikan, bahkan sempat ada wacana ulang tahun PKI yang ke 100 juga tidak ada yang menghalau," ujar politikus Partai Demokrat dalam keterangan tertulisnya yang dikonfirmasi , Kamis (28/5).

Padahal sesuai TAP MPRS nomor XXV tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, jelas tidak ada ruang bagi PKI untuk bisa tumbuh di Indonesia. Karena itu ketika gerakan ini mulai muncul jelas suatu pelanggaran konstitusi. 

"Lebih-langkah berikutnya diduga akan masuk ke ranah yg lebih prinsip lagi ketika Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP) tidak memasukan dalam konsideran tentang TAP MPRS itu perlu dipertanyakan," tegas Bambang Purwanto. 

Karena, menurut Bambang, Pancasila sebagai Dasar Negara berdasarkan spirit agama artinya juga menolak terhadap ajaran komunisme yang bersifat atheis. Apalagi dalam RUU HIP pasal 6 ayat (1) memasukan Trisila dan ayat (2) memasukan Ekasila yg tentunya akan mendegradasi kemurnian Pancasila. Dalam sejarah pada saat pembahasan Dasar Negara memang pernah ditawarkan akan tetapi yg dipilih dan disepakati pada saat itu adalah Pancasila.

Karena itu, lanjut Bambang, jika ingin membahas Pancasila tentunya jangan sampai mencampur adukan dengan Trisila maupun Ekasila. Sebab akan merusak kemurnian Pancasila yang memiliki spirit agama dan lebih jauh bisa terseret kepada aliran komunisme. Bambang mencermati kondisi seperti ini tentu semua pihak harus segera menyadari akan bahaya komunis yg akan mulai masuk ke ranah Dasar Negara.

"Lebih meyakinkan lagi ketika beberapa partai meminta untuk memasukan TAP MPRS nomor XXV Tahun 1966 ke dalam konsideran tidak dihiraukan berarti ada kekuatan di Parlemen yang mendukung penolakan tersebut," keluhnya. 

Bambang berpendapat, gerakan ini diduga tersusun secara sitematis mulai tahun 1998 yang menghapuskan film G30 September. Akibatnya anak-anak tidak mengerti lagi tentang bahaya komunis (PKI). Menurutnya, jika dicermati mulai anak taman kanak-kanak hingga sarjana yang lahir tahun 1980-an dapat dipastikan tidak mengetahui tentang PKI. Kemudian pada giliranya saat ini lambang PKI malah dianggap sebagai tren bagi anak-anak muda, kondisi seperti ini tentu sangat berbahaya. 

"Kemudian berlanjut yang saat ini mulai masuk ke dalam ranah konstitusi, tentunya dengan harapan untuk membuka ruang bagi gerakan kimunisme agar lebih leluasa," ungkap Bambang Purwanto.

Menurut Bambang, kalau dugaan ini benar berarti Parlemen telah lengah dan mengabaikan keberadaan TAP MPRS nomor XXV tahun 1966. Maka ia mengajak semuanya untuk segera menyadari kealpaan dan bahaya sudah di depan. Bahwa telah hadir bahaya laten komunis tanpa disadari bersama. Bambang berharap menggugah semua pihak terutama teman-teman di parlemen.(rep)

Ikuti Terus Riautribune

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER