Kanal

Tabrani Makmun Usulkan Agar KPU Revisi PKPU "Memilih"

PEKANBARU-riautribune: Wakil Rakyat asal Riau di DPR RI Tabrani Makmun mengusulkan agar PKPU memilih segera direvisi oleh KPU.

Menurut anggota Komisi II F-PG, Tabrani Maamun, putusan MK wajib dijalankan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Makanya pihaknya meminta KPU segera merevisi Peraturan KPU (PKPU) tentang syarat memilih.
  Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan e-KTP bukan syarat wajib agar pemilih bisa memilih dalam Pemilu 2019. MK memperbolehkan penggunaan surat keterangan (suket) perekaman e-KTP yang dikeluarkan Dinas Kependudukan dan Catatatan Sipil sebagai pengganti e-KTP.


"Harus dilakukan revisi terhadap PKPU khususnya terkait syarat memilih," tegasnya, Jumat (29/3/2019).

Putusan MK ini kata dia, sekaligus untuk memastikan WNI yang sudah melalukan perekaman tapi belum tercetak e-KTP-nya tidak kehilangan hak konstitusionalnya.

Karena sebut dia, ada sekitar 4 juta pemilih yang belum memiliki e-KTP meskipun sudah melakukan perekaman.

Dia menekankan yang perlu diantisipasi di lapangan adalah penyalahgunaan Suket ataupun manipulasi terhadap Suket.

"Untuk pmbahasan PKPU, Komisi II sudah sepakat akan menggelar rapat di luar masa sidang karena ini sangat mendesak,"Tutur adek mantan Gubernur Riau Annas.

MK memutuskan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) tidak menjadi satu-satunya syarat untuk dapat memilih di Pemilu 2019 yang akan dilakukan pada 17 April 2019.

MK memutuskan itu saat membacakan putusan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Gedung MK, pada Kamis (28/3/2019).

"Menyatakan frasa 'kartu tanda penduduk elektronik' dalam Pasal 384 ayat (9) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'termasuk pula surat keterangan perekaman kartu tanda penduduk elektronik yang dikeluarkan oleh dinas kependudukan dan catatan sipil atau instansi lain yang sejenisnya yang memiliki kewenangan untuk itu'," ujar Ketua MK, Anwar Usman sebagaimana diberitakan.

MK menyebut dalil permohonan a quo, yaitu berkenaan dengan Pasal 384 ayat (9), UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "dalam hal tidak mempunyai KTP elektronik, dapat menggunakan kartu identitas lainya, yaitu KTP non-elektronik, surat keterangan, akta kelahiran, kartu keluarga, buku nikah, atau alat identitas lainnya yang dapat membuktikan yang bersangkutan mempunyai hak memilih, seperti Kartu Pemilih yang diterbitkan oleh Komisi Pemilihan Umum" adalah beralasan menurut hukum untuk sebagian.

Seperti diketahui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu kembali dilakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sebanyak tujuh pemohon mengajukan uji materi ke MK, pada Selasa (5/3/2019).

Ketujuh pemohon, yaitu Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili Titi Anggraini, pendiri dan peneliti utama Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis, dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari.

Kemudian, dua orang warga binaan di Lapas Tangerang, yaitu Augus Hendy dan A. Murogi bin Sabar, serta dua karyawan, Muhamad Nurul Huda dan Sutrisno. Para pemohon menguji Pasal 210 ayat (1), Pasal 350 ayat (2), Pasal 383 ayat (2), Pasal 348 ayat (4) dan ayat (9).

Ikuti Terus Riautribune

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER