Kanal

Masyarakat Resah, Penolakan Terhadap HTI di Pulau Bengkalis Semakin Gencar

BENGKALIS-riautribune: Pengelolaan konsesi kehutanan di Pulau Bengkalis untuk kawasan hutan tanaman industri (HTI) mulai meresahkan warga. Izin HTI tanaman jenis akasia yang diterbitkan pemerintah pusat tahun 1998, mulai mendapat reaksi penolakan dari berbagai kalangan, termasuk anggota DPRD Bengkalis dan pemerhati lingkungan hidup.

Salah seorang anggota DPRD Bengkalis daerah pemilihan kecamatan Bengkalis-Bantan, Sofyan, SPdI dengan tegas menyatakan bahwa Pulau Bengkalis, khususnya pemukiman masyarakat tidak boleh dijadikan kawasan HTI. Ia berpendapat, pembukaan HTI atau areal perkebunan kelapa sawit yang diberi izin oleh pemerintah, tidak boleh menghancurkan kehidupan masyarakat tempatan.

“HTI atau perkebunan kelapa sawit dalam skala besar, jangan sampai menghancurkan kehidupan masyarakat yang sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Saya sudah mendapat kabar, ada pematokan lahan yang terdapat di pemukiman masyarakat oleh perusahaan swasta, ini harus ditinjau ulang dan ditolak,” tegas Sofyan, Senin (02/11) kemarin.

Disampaikan juga oleh politisi PDI Perjuangan ini, pemerintah harus melindungi hak-hak hidup warganegara. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HT) yang dikeluarkan Menteri Kehutanan Nomor SK Izin: 262/Kpts-II/1998 Tanggal 27 Februari 1998, dengan luas area 14.875 dengan status izin aktif dan status izin permodalan swasta harus ditinjau ulang dan dibatalkan secara hukum.

“Kalau tetap dilanjutkan izin tersebut, tentu akan memunculkan konflik antara masyarakat dengan perusahaan. Untuk itu Pemkab Bengkalis harus mengambil sikap dengan menghormati hak-hak masyarakat. Kita di DPRD akan satukan suara menolak HTI di Pulau Bengkalis ini, kalau hanya menyengsarakan apalagi sampai menggusur rakyat,” ungkap Sofyan.

Terkait pemberian izin HTI kepada PT. Rimba Rokan Lestari oleh Menteri kehutanan pada masa tersebut, pemerhati masalah lingkungan Tun Ariyul Fikri menyebutkan kalau izin itu bisa ditinjau kembali dari berbagai aspek. Karena diyakininya, IUPHHK-HTI itu premature, sebab diterbitkan ketika terjadinya transisi pemerintahan di Indonesia dari rezim orde baru ke pemerintahan hasil reformasi 1998.

“IUPHHK-HTI itu diterbitkan pada masa Menteri Kehutanan dijabat  Djamaloedin Soeryohadikoesoemo, pada Kabinet Pembangunan VI era Soeharto. Ketika itu, izin IUPHHK-HTI diterbitkan tidak hanya untuk Pulau Bengkalis, tetapi Riau Daratan seiring beroperasinya perusahaan pulp and paper yaitu PT. Indah Kiat Pulp and Paper di Perawang-Siak dan PT. Riau Andalan Pulp and Paper di Pangkalan kerinci-Pelalawan,” ulas Tun Ariyul.

Alumni Politeknik Bengkalis tersebut mengaku heran dengan PT. Rimba Rokan Lestari yang mendapat izin tahun 1998, tapi baru mengelola kawasan konsesi hutan di Desa Jangkang dan Bantan Air, Kecamatan Bantan tahun 2015 ini. Sikap perusahaan tersebut akan menimbulkan gejolak di tengah masyarakat, karena pasti akan ada penolakan keras, tidak hanya dari elemem masyarakat yang tergusur tapi komunitas lain yang peduli dengan nasib masyarakat yang akan digusur.

“Pemkab Bengkalis harus segera bersikap tentang status kawasan yang sudah dihuni puluhan tahun oleh masyarakat di Bantan Air dan Jangkang tersebut. Bisa saja izin dikeluarkan di Pulau Bengkalis yang notabene lahan gambut, karena lobby pengusaha dengan pemerintah waktu itu, karena izin diterbitkan pada masa rezim Soeharto berkuasa. Dimana pada waktu itu semuanya dilegalkan orde baru dengan dalih investasi, termasuk menghancurkan hak-hak hidup warganegara,” ujar Tun Ariyul memberi alasan.

Turun ke Lapangan
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan (Disbunhut) Kabupaten Bengkalis Herman Mahmud mengaku sudah mengetahui adanya konsesi kehutanan untuk HTI di Kecamatan Bantan tersebut. Pihaknya tidak serta merta menerima dari satu sisi saja, tentu harus dilakukan pengecekan termasuk memanggil pihak perusahaan PT. Rimba Rokan Lestari.

Disampaikan Herman, Senin (02/11) siang pihaknya sudah memanggil manajemen perusahaan tersebut terkait perizinan yang mereka dapat. Kemudian Disbunhut dalam waktu dekat akan turun ke lapangan mengecek langsung kondisi yang terjadi. Langkah selanjutnya memeriksa semua perizinan yang didapat perusahaan termasuk berkoordinasi dengan pemerintah pusat.

“Setelah kita melaksanakan semua tahapan tersebut, baru dapat kita ambil kesimpulan. Karena pemerintah bekerja dengan aturan serta mekanisme yang berlaku. Jadi kalau Pemkab Bengkalis didesak mengambil sikap sekarang tentu belum bisa. Tunggulah setelah kita panggil manajemen perusahaan, meninjau ke lokasi dan mengecek semua perizinan mereka,” jawab Herman ketika ditanya sikap Pemkab Bengkalis sendiri. (afa)

Ikuti Terus Riautribune

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER