Kanal

Musibah Asap dan Bantuan Kemanusiaan yang Setengah Hati

PEKANBARU-riautribune: Kabut asap yang melanda Riau, Sumatera Selatan dan Jambi serta Kalimantan menjadi pemberitaan hangat baik lokal, nasional maupun internasional. Keprihatinan pun berdatangan terhadap warga yang terpapar kabut asap. Pemerintah, perusahaan dan berbagai lembaga berlomba-lomba melakukan aksi sosial sebagai bentuk solidaritas terhadap masyarakat yang sudah berbulan-bulan bernafas di tengah pekatnya kabut asap. Aksi unjuk rasa pun sahut menyahut meminta pemerintah tanggap, peduli dan segera menyelesaikan kabut asap ini. Bahkan, berbagai elemen masyarakat ada yang meminta bantuan terhadap negara tetangga dan dunia internasional.

Di balik itu semua, kita juga melihat banyak bermunculan program yang coba membantu masyarakat terkena dampak asap baik yang dilakukan pemerintah, perusahaan serta organisasi masyarakat lainnya. Mereka mencoba meringankan derita masyarakat "korban asap" dengan memberikan pengobatan gratis, tempat evakuasi, rumah singgah dan lain sebagainya. Namun yang perlu dicatat adalah jangan sampai musibah yang menimpa masyarakat ini hanya dijadikan sebagai "objek" oleh orang-orang tertentu untuk mencari keuntungan.

Seperti halnya kasus yang menghebohkan terjadi di Sumatera Selatan, Palembang. Mudah-mudahan kita berharap kasus seperti ini tidak terjadi di Provinsi Riau. Di mana ketika Presiden Jokowi yang buru-buru datang ke Palembang dari kunjungannya di Amerika Serikat untuk melihat dampak kabut asap, ternyata disuguhi dengan sajian rumah singgah abal-abal. Pasalnya, sebagaimana dikutip dari okezone.com menurut pengakuan warga setempat banyak yang tidak mengetahui kapan rumah tersebut dijadikan tempat penampungan bagi bayi penderita kabut asap. "Kemarin rumah ini masih seperti biasa, kami juga terkejut tiba-tiba rumah ini jadi tempat evakuasi dan dikunjungi presiden," ujar tetangga rumah singgah yang mengaku bernama Nur (32).

Warga perkampungan kumuh itu baru tahu kalau di sana ada tepat evakuasi bayi, setelah Presiden Jokowi datang memantau. "Saya kira, rumah singgah ini dibuat tadi malam. Karena, kalau tahu ada dokter di sana dan berobatnya gratis, pasti dari kemarin-kemarin orang sudah ramai," ungkapnya.

Sebelumnya, rumah tersebut kosong karena pemiliknya meninggal. Kemudian, ada yang datang bersih-bersih dan membawa peralatan. Ironisnya, pasien rumah singgah yang datang juga diduga pasien rekayasa. Mereka bukannya datang sendiri untuk berobat melainkan diminta untuk datang dengan membawa bayi. Setelahnya dijanjikan nasi bungkus dan gizi tambahan untuk bayi. Bahkan, bukannya diberi pengobatan para bayi tersebut mengantri dalam gendongan terpapar asap, disuruh menyambut kedatangan Presiden Jokowi. "Sudah dari pagi saya ke sini, tapi belum juga dilayani, hanya disuruh duduk-duduk saja. Kemudian ditanya-tanya Pak Jokowi," ujar salah seorang pasien, Asmawati.

Sementara itu, Koordinator Rumah Singgah Kelurahan 5 Ulu, Syarifudin membantah kalau rumah singgah itu baru didirikan. "Rumah singgah ini sudah ada sejak seminggu lalu, eh sebulan yang lalu," katanya. Menurut Syarifudin, sudah ada 20 orang balita yang mendapat layanan rawat inap di sana. Namun, dia tidak bisa menyebutkan siapa saja pasien tersebut. "Sekarang sudah mendingan, mereka sudah pulang. Apalagi kabut asap di Palembang berangsur berkurang," ujarnya.

Pemerhati masalah sosial kemasyarakat Riau Drs. H. Fahrullazi mengatakan semestinya apa yang terjadi di Palembang tersebut harus diusut tuntas oleh tim Kepresiden. Sebab, dengan melakukan pembohongan seperti itu, berarti ada upaya pihak-pihak tertentu untuk menjatuhkan citra Presiden Jokowi. "Semestinya tidak perlu ada rekayasa seperti itu. Saya khawatir ini malah dilakukan oleh orang-orang di lingkaran dalam Presiden Jokowi. Mereka hanya berpikir asal bapak senang (ABS) dan membangun rekayasa. Inikan tidak benar. Kasihan Presiden Jokowi diperlakukan seperti itu," ujar Fahrullazi.

Fahrullazi berharap kejadian seperti di Palembang tidak terjadi di Riau khususnya Pekanbaru. Seban, katanya, jika hal-hal seperti itu juga ingin dimanipulatif, sudah pasti musibah lebih besar lagi yang akan dihadapi sebuah negeri. "Saya berharap kasus seperti itu tidak terjadi di Riau. Jangan hanya pembuatan spanduk posko dan tempat evakuasi hanya sebuah bentuk pencitraan, bukan keinginan yang tulus untuk membantu korban asap. Marilah kita belajar jujur dalam menghadapi musibah, jangan punya maksud lain pula saat mendapat musibah. Bisa-bisa akan datang musibah yang lebih besar lagi nantinya," tegas Fahrullazi. (ehm)

Ikuti Terus Riautribune

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER