Kanal

Mendikbud Tak Cukup Minta Maaf

JAKARTA - riautribune : Benar-benar memalukan. Presiden Jokowi saat ini tengah menghadiri KTT Luar Biasa OKI di Istanbul Turki, untuk menggalang dukungan menolak pengakuan sepihak Donald Trump atas Yerusalem sebagai ibukota Israel. Di saat yang sama, di dalam negeri ada buku pelajaran SD yang menulis Yerusalem adalah ibukota Israel. Sontak saja, kecaman berdatangan. Mendikbud Muhadjir Effendi yang dianggap ikut bertanggung jawab dalam kasus ini tak cukup meminta maaf.

Kehebohan pertama kali muncul di media sosial. Bertambah ramai setelah PGRI Jawa Timur melayangkan surat protes kepada Penerbit Yudhistira. Kemarin, foto surat yang ditandatangai Ketua PGRI Jawa Timur Ichwan Sumadi tanggal 13 Desember beredar di kalangan wartawan.

Surat itu pada intinya mempersoalkan materi buku IPS 6 SD terbitan Yudhistira yang disusun oleh Dra Indriastuti, Dkk. Materi yang diprotes adalah halaman 15, tentang Tabel Negara Asia Barat beserta ibukota di dalamnya tertulis bahwa Ibukota Israel adalah Yerusalem, bukan Tel Aviv sebagaimana mestinya. Ichwan menyayangkan kesalahan tersebut. Apalagi isu Yerusalem sedang jadi sorotan dunia setelah keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel. Dia meminta kepada penerbit menarik buku tersebut.

Kabar ini menjadi sorotan publik. Pasalnya, buku sudah jadi Buku Sekolah Elektronk (BSE) Kemendikbud. Artinya, sudah dianggap berstandar nasional dan jadi pegangan siswa secara nasional. Kemendikbud menyediakan buku tersebut dalam versi digital yang bisa diunduh di situs resminya. amun, saat Rakyat Merdeka mencoba mengakses situs tersebut tadi malam, situs tak bisa diakses lantaran sedang dalam perbaikan.

Para pihak terkait langsung melakukan klarifikasi. Penerbit Yudhistira Ghalia Indonesia sebagai pihak penerbit segera menyampaikan klarifikasi. Yudhistira menjelaskan data soal Yerusalem ibukota Israel tersebut dikutip dari sumber internet "wolrd population data sheet 2010". "Kami tidak mengetahui kalau ternyata data tersebut belum diakui secara sah oleh lembaga internasional. Untuk itu kami mohon maaf apabila sumber yang kami ambil dianggap keliru. Kami akan melakukan perbaikan atau revisi pada cetakan berikutnya," demikian bunyi klarifikasi yang tertulis di website resminya. Tak ada pernyataan bahwa buku tersebut akan segera ditarik seperti permintaan PGRI dalam suratnya.

Mendikbud Muhadjir Effendy sangat menyesalkan kesalahan di buku tersebut, yang menurutnya sebagai, "sebuah kekhilafan yang memalukan". Dari konfirmasi Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan, buku tersebut masuk BSE sejak 2008. "Ada ketidakcermatan Tim Penilai Buku dalam menetapkan buku tersebut sebelum diunggah ke laman BSE Kemendikbud," kata Muhadjir, kemarin. Dia mengaku sudah menarik tautan tersebut dari situs Kemendikbud.

Muhadjir juga sudah memerintahkan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Hamid Muhammad menelusuri siapa yang harus bertanggung jawab atas kehilafan tersebut. Meski begitu, buku tetap berlaku namun akan diralat oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) hingga diedarkan kembali.

Klarifikasi dari pihak terkait rupanya tak meredam kecaman. Ketua MPR Zulkifli Hasan menyebut kesalahan tersebut bukan hanya keteledoran. "Bukan kecolongan itu namanya, tapi sudah kebablasan," kata Zulkifli di DPR, kemarin. Zulkifli menilai, buku sebaiknya tak hanya ditarik dari peredaran, tapi juga diusut. Sebab, tak seiring dengan langkah Presiden Jokowi yang sudah mengecam pengakuan sepihak Amerika atas Yerusalem sebagai ibukota Israel. "Pak Jokowi ke sana marah-marah, masak ada buku (semacam) gitu. Ini perlu diusut," ujarnya.

Plt Ketua DPR Fadli Zon menilai buku tersebut bisa beredar lantaran Mendikbud lalai melakukan pengawasan. Padahal persoalan Yerusalem sangat sensitif. Karena itu, dia meminta Mendikbud tak hanya minta maaf tapi segera menarik buku tersebut dari peredaran karena akan menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat jika dibiarkan beredar. "Jadi harus ada yang bertanggung jawab, kenapa ini bisa lolos," ujarnya.

Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani menyebut tersebarnya buku sebagai bentuk pelanggaran dan karenanya harus segera dipertanggungjawabkan. Dia berharap, khususnya kepada Pusat Kurikulum dan Perbukuan lebih teliti dan ketat memeriksa konten buku sebelum diedarkan. Menurut dia, sudah banyak kasus serupa yang terjadi sebelum-sebalumnya. “Harus lebih diperhatikan, jangan sampai buku yang sudah beredar menimbulkan polemik,” kata Puan. (rmol)

Ikuti Terus Riautribune

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER