Kanal

Holding BUMN Tambang Seperti 'Kawin Paksa'

Pekanbaru-riautribune: Holding BUMN pertambangan yang akan disahkan melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 29 November 2017 mendatang dinilai tidak memiliki unsur sinergitas. 
Pasalnya dari 4 perusahaan yang digabung, fokus perusahaan berbeda satu sama lain sehingga dikhawatirkan tidak bisa menjalankan roda holding tambang ke depannya. 
"Sinerginya enggak ada. Struktur pasarnya beda," kata Ekonom Faisal Basri dalam diskusi 'Menakar Untung Rugi Holding BUMN' di Westin Hotel, Jakarta, Senin (27/11).

  Sinergitas dalam holding BUMN tambang yang disorot Faisal adalah penunjukan PT Indonesia Asahan Alumunium sebagai induk holding yang membawahi 3 anggota holding, yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan PT Timah Tbk (TINS). 
Menurutnya, penunjukan Inalum sebagai induk holding tidak tepat. Sebab, Inalum bukan perusahaan tambang, melainkan industri pengolahan mineral. Berbeda dengan Antam, PTBA, dan PT Timah. 
"Inalum itu bukan perusahaan tambang. Inalum itu industri. Enggak ada tambangnya. Asahan itu hilir dari tambang, yakni sebelumnya bauksit di Kalimantan. Jadi Inalum itu industri alumunium," katanya.
Faisal menyarankan, kalau Inalum mau tumbuh cepat, harusnya disinergikan dengan industri yang sejenis, misalnya industri otomotif dan pesawat. 
Faisal menyebut pembentukan holding BUMN pertambangan ini seperti kawin paksa. "Jadi ini (holding tambang) seperti kawin paksa. Kesannya jadi dipaksakan," kata Faisal. 
Dia mengatakan, dari 118 perusahaan BUMN dan 800 cucu perusahaan, tidak semuanya mesti tergabung dalam holding. Hal ini karena setiap perusahaan BUMN punya karakter dan sejarah yang berbeda.
"Jadi enggak bisa solusinya dalam satu resep (holding)," tutupnya.(ehm)
 

Ikuti Terus Riautribune

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER