pilihan +INDEKS
Perpu Kebiri Tinggal Menunggu Tanda Tangan Presiden
Jakarta - riautribune : Upaya perlindungan terhadap anak melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) telah memasuki babak baru.
"Insya Allah tinggal menunggu tanda tangan Presiden dan akan diteruskan ke DPR, serta di dalam Perpu dimandatkan Peraturan Pemerintah (PP)," kata Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa di acara Wantimpres di Jakarta, Kamis (19/5).
Revisi kedua, kata Mensos, UU perlindungan anak legal draftingnya sudah disiapkan dan paling sering terpublikasi dari Perpu kebiri adalah pemberatan hukuman dan tambahan hukuman bagi pelaku pedofil di Pasal 81 dan 82.
"Pada revisi kedua dari UU perlindungan anak di Pasal 81 dan 82. Sedangkan, untuk revisi pertama adalah pada UU No 35 Tahun 2014," ucapnya.
Untuk seberapa efektifitas pemberatan dan tambahan hukuman, mesti belajar dari negara-negara yang telah mempraktikannya, seperti Korea Selatan, negara bagian Amerika Serikat, Australia, Jerman, serta Inggris.
"Bisa belajar dari negara-negara yang telah mempraktikannya. Pemberatan hukuman dengan hukuman mati bagi pelaku pedofil, seperti di Filipina dan Arab Saudi," katanya.
Tentu saja, keputusan negara-negara yang mempraktikan pemberatan dan tambahan hukuman tersebut, disertai alasan rasional dan telah melewati tahapan pengkajian serius dan mendalam.
"Dipastikan telah melakukan pengkajian serius dan mendalam, sebelum mengambil keputusan menerapkan pemberatan maupun pembambahan hukuman agar bisa menjerakan pelaku pedofil," ungkapnya.
Adapun bentuk penambahan hukuman, berupa pemberian alat pendeteksi elektronik atau chip dan mempublikasikan identitas pelaku tindak kejahatan, detilnya seperti apa dan bagaimananya diatur dan dijelaskan dalam PP.
"Bentuk tambahan hukuman, baik dengan memasang alat pendeteksi elektronik atau mempublikasikan identitas pelaku tindak kerjahatan dijelaskan dan diatur dalam PP," terangnya.
Sedangkan bagi korban, keluarga korban, serta pelaku perlu diberikan terapi psikososial. Jika korban kejahatan meninggal dunia, akan meninggalkan luka yang mendalam bagi ibu/bapak atau keluarga yang lainnya.
"Bagi korban akan membekas luka yang butuh waktu lama untuk menyembuhkannya, termasuk bagi para pelaku. Artinya, korban, keluarga korban dan pelaku perlu terapi psikososial," imbuhnya.
Tugas pemerintah memberikan, meningkatkan, serta mendekatkan layanan bagi warga dan menyediakan saluran bagi pihak yang ingin melaporkan ada atau indikasi tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan.
"Jika pelaku tindak kejahatan masih anak-anak, dikenakan Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dan hukuman separuh dari orang dewasa, serta tidak diberikan pemberatan maupun tambahan hukuman," tandasnya. (rmol/rt)
Berita Lainnya +INDEKS
Dubes Iran Terima Kunjungan Pengurus JMSI Pusat
JAKARTA, Riautribune.com - Duta Besar (Dubes) Republik Islam Iran, Mohammad Boroujerdi menerima k.
HUT Ke-4 JMSI akan Berikan Penghargaan untuk Sejumlah Tokoh Nasional dan Daerah
JAKARTA, Riautribune.com — Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) akan memberikan penghargaan un.
MoU PWI Pusat- Universitas Mercu Buana Meningkatkan Literasi Digital dan Memerangi Hoax
JAKARTA, Riautribune.com - PWI Pusat dan Universitas Mercu Buana sepakat menjalin kerja.
KSP Sebut Pencabutan Label Halal Produk Perusahaan Pendukung Israel Tak Punya Dasar Hukum
JAKARTA, Riautribune.com - Kantor Staf Presiden (KSP) Joko Widodo merespons pernyataan Maje.
Merasa Bingung Soal Keputusan MK, Saldi Isra Malah Dilaporkan ke Majelis Kehormatan
JAKARTA, Riautribune.com - Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra dilaporkan ke Majelis .
Buka Peluang Gibran Maju Capres, MK Disebut Jadi Mahkamah Keluarga
JAKARTA, Riautribune.com -- Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka berpeluang maju sebagai cawapre.